Sebagai orang yang lekat menggunakan Bahasa Jawa dalam keseharian, tentu saja mengobrol maupun menulis menggunakan bahasa yang kita tumbuh besar ini bukanlah hal yang asing. Jujur saja, setiap kali aku bicara beberapa kosakata Jawa selalu menyelip di tengah logatku yang katanya kental medok ini. Selain itu, bicara dengan Bahasa Jawa kadang rasanya lebih enak dan bisa masuk kalau basa-basi sama teman.
![]() |
Ilustrasi oleh restyu. |
Sadar gak sih? Beberapa kosakata dalam Bahasa Jawa ada yang terdengar mirip tapi artinya berbeda. Salah menggunakan pemilihan kata bakal membuat salah arti pastinya. Penulisan a yang kadang sedikit terucap mirip o lantas ada juga dua macam huruf e yang berbeda. Semua itu berpengaruh pada arti kosakata yang digunakan.
Salah satu contoh kosakata yang terdengar mirip adalah lara*1) dan loro*2). Kalau diucap sepintas memang terdengar mirip sih. Lara diucap dengan o namun lebih tipis dan huruf a masih bisa terdengar walaupun samar. Berbeda dengan loro yang diucap dengan o tebal yang sangat jelas. Terdengar sama namun berbeda dan artinya juga beda jauh: yang satu artinya sakit dan satunya lagi dua.
Lara dan loro lebih mudah aku bedakan bila diucapkan sebenarnya. Berbeda bila harus ditulis. Kadang aku mengernyit membacanya dalam pesan singkat di aplikasi obrolan yang dikirim temanku.
Eh, wetengku loro ki.*3)
Aku selalu berakhir memastikan ucapan itu setiap kali notifikasi pesan itu muncul di layar ponsel. Bertanya memastikan ini sakit apa dua nih. Beda kan artinya.
Piye? Piye? Loro sing 2 opo lara sing sakit?*4)
Lantas selalu jawaban dengan emoji menyengir menjadi balasanku. Lagi-lagi lara, bukan loro maksudnya. Kan beda maksud antara wetengku loro*5) dan wetengku lara*6). Salah huruf bisa membuat beda arti dan yang mendengar kelimpungan. Entah sudah berapa kali aku membenarkan hal serupa tapi ya sudahlah.
coretan oleh restyu.
*1) Lara (bahasa Jawa) sakit
*2) Loro (bahasa Jawa) dua
*4) Gimana? Gimana? Loro yang 2 apa lara yang sakit?
*5) Perutku dua
*6) Perutku sakit
EmoticonEmoticon