Dulu pikiran polos khas anak kecil membuatku berpikir semua orang di dunia bicara dengan bahasa Indonesia. Alasannya karena semua tontonan di tv dari kartun, drama percintaan Taiwan yang kulupa apa judulnya, dan film vampir lompat Hongkong memakai dub Indonesia. Pikiran sederhanaku langsung beranggapan: oh lah, di negara mana pun pakai bahasa Indonesia toh.
Hancurnya pikiran lugu itu dimulai ketika aku masuk sekolah dasar. Itulah kali pertamaku mengenal bahasa Inggris. Bahasa asing yang jauh beda dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Kosakata dan cara bacanya aneh. Beda banget dengan apa yang biasa aku ucap dan dengar.
Aku yang masih bocah pun akhirnya belajar bahasa Inggris dari dasar. Pelajaran pertama yang seperti berkenalan dengan bahasa Inggris. Aku ingat dulu hanya belajar mengenai kata benda, sifat, dan orang. Jika ingatanku dulu tak salah, aku tak terlalu paham bahasa Inggris sebenarnya tapi mengejutkannya nilai raporku bisa dikatakan lumayan.
Belajar bahasa Inggris dulu sangat membosankan selama aku berseragam putih merah. Pelajaran paling basic yang kuingat sampai sekarang adalah simple present: I, you, they, we (ayu dewi) gak suka s (es) dan he, she, it suka s (es). Entah kenapa itu pengalaman paling membekas dalam pertama kali aku belajar Inggris.
Dulu sih kupikir belajar bahasa Inggris sebatas formalitas saja. Halah, yang penting tahu ala kadarnya. Pikiran itu cuma melekat sebentar dan berakhir saat aku berkeinginan masuk SMP yang RSBI pada zamannya. Karena ada kata internasional artinya aku harus bisa bahasa Inggris, akhirnya aku mulai les bahasa Inggris kilat di tempat guru dan di bimbel.
Masuk ke SMP RSBI kupikir bahasa Inggris ya gak bakal terlalu parah pemakaiannya. Pikirku halah paling cuma salam saja pakai bahasa Inggris.
Ladalah, aku baru tahu kalau ternyata di sekolah RSBI materi pelajaran pokok seperti IPA dan matematika ternyata pakai bahasa Inggris. Belum lagi buku paket pinjaman dari perpustakaan yang tebalnya minta ampun dan berat bukan main isinya full bahasa Inggris dari halaman awal sampai akhir.
Diawal masuk SMP aku mulai merasa getun*1) dengan bahasa satu ini. Mungkin karena aku terlalu sering melihatnya aku jadi dongkol.
Mana ujiannya juga pakai bahasa Inggris pula. Aku selalu berpikir 2 sampai 3 kali untuk menjawab soal karena prosesnya ribet. Pertama aku membaca soal dan menerjemah apa yang kubaca, kemudian aku mengingat-ingat jawaban, dan terakhir aku menulis jawaban sambil menerjemahkannya. Otakku bekerja berkali-kali lipat setiap masa ujian berlangsung.
Namun, pandangan itu hanya bertahan sebentar. Aku bersyukur di kelas 7 mendapatkan guru yang sangat baik dan cara mengajar yang menyenangkan. Beliau mengubah pikiranku akan belajar bahasa Inggris. Aku secara perlahan menikmati belajar bahasa Inggris bersama Beliau mulai dari belajar grammar, speaking, hingga vocabulary. Bahkan pada akhirnya aku memutuskan untuk ikut les di rumah Beliau bersama teman yang lain.
Kurasa masa-masa putih biru dalam belajar bahasa Inggris menyenangkan. Materi grammar menjadi materi yang mudah dipelajari dengan pendekatan Beliau yang sederhana dan mudah. Belum lagi pelajaran mengenai vocabulary yang selalu diasah setiap pertemuan dengan cara yang menyenangkan. Catatanku baik selama les maupun sekolah dalam materi bahasa Inggris tercatat rapi dan mudah dipelajari sangat berguna di setiap ujian.
Aku ingat pernah ada acara English Camp di sekolahku dan mengundang beberapa bule. Kami sekelas menyiapkan makanan untuk mereka. Ada kejadian beberapa bule datang ke bagianku yang sibuk membuat klepon.
Aku mendapatnya pertanyaan dari mereka dan dengan malu-malu aku coba menjelaskan. Mengejutkannya mereka paham dengan ucapanku yang cukup berantakan dan menyuruhku untuk tetap bekerja keras. Aku tak dapat berhenti cengar-cengir dan pamer akan hal itu selepas sampai di rumah.
Tahun berganti dan ketika masuk ke sekolah putih abu-abu aku bersyukur sekali pelajaran bahasa Inggris selama aku SMP masih teringat dengan baik. Catatanku yang masih kusimpan sangat berguna sekali. Nilai bahasa Inggrisku juga masih bagus karena materi yang kurasa tak jauh berbeda antara SMP dan SMA.
Kesenangan tersendiri juga selama masa SMA mungkin adalah aku bisa mengajar beberapa temanku bahasa Inggris. Kalau temanku ada yang bertanya aku akan mencoba menjelaskan semampuku. Sharing is caring, itulah hal yang membuatku senang kalau ada yang tanya. Selain belajar dari sekolah, aku juga ikut les di bimbel untuk latihan soal.
Pengalaman di SMA yang berkesan mungkin dalam matapelajaran bahasa Inggris adalah guruku yang menyuruh jangan menggunakan alfalink atau kamu digital di ponsel tapi harus membawa kamus. Aku rela memberi kamu merah, kuning, hijau yang tebal itu dan membawanya ke kelas setiap pelajaran bahasa Inggris. Beliau berkata, kalau terlalu instan mungkin daya ingat akan vocab akan kurang terasah. Berbeda dengan kamus karena kita harus membuka tiap halaman untuk mencarinya dan membaca setiap artinya untuk memahaminya.
Kurasa yang dikatakan Beliau benar sih. Entah kenapa, selepas masa SMA kemampuan bahasa Inggris yang kumiliki tidak berkembang. Ajeg*3) konstan begitu saja, tidak terlihat bertambah pesat. Kurasa itu berlangsung hingga sekarang. Di dunia perkuliahan bahasa Inggris kupakai untuk membaca jurnal internasional untuk beberapa laporan dan tugas. Namun, beberapa istilah yang asing membuatku berulang kali googling untuk menerjemahkan.
Hal yang memalukan bagiku pribadi adalah ketika aku mudik pulang dan naik kereta. Ketika sampai di Stasiun Lempuyangan ada dua wisatawan asing yang naik dan duduk di kursi depanku. Aku yang merasa kemampuan bahasa Inggrisku semakin bobrok menghindari tatapan mereka. Namun, aku terjebak kesialan karena mereka tiba-tiba bertanya.
Ilustrasi oleh restyu. |
"Excuse me, you know box over there."
Aku yang agak plonga-plongo*4) mengikuti arah yang ditunjuk si bule. Sebuah boks dengan gambar gajah yang dan tulisan jumbo terlihat dibawa seseorang.
"What is jumbo?"
"Jumbo is literally large," jawabku ala kadarnya. Benar bukan? Jumbo juga artinya berukuran sangat besar kan?
Mereka tertawa kecil mendengar jawabanku. Salah satu dari mereka menimpali, "There's a market named Jumbo in my country actually."
Aku yang mendengar hanya iya-iyain saja. Mereka berterima kasih dan kembali sibuk ngobrol. Aku tak terlalu paham bahasa yang mereka pakai tak ambil pusing. Pikiranku masih penuh dengan ih kok bisa-bisanya lupa bahasa Inggris! Aku pun bertekad untuk improve bahasa Inggrisku selepas kejadian itu.
Aku perlahan kembali membuka catatanku. Sedikit demi sedikit aku mengulik kembali bahasa Inggris yang agak mulai pudar dalam ingatanku. Kurasa tak akan salah kembali meningkatkan kemampuan bahasaku. Aku yang akan mendapatkan banyak manfaatnya kan?
Aku berpikir untuk mengambil kelas online nanti kalau ada uang lebih. Aku lebih ingin fokus untuk speaking sih, tetapi itu tak menutup kemungkinan untuk mengambil kelas yang lain.
Untuk sementara aku meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisku dengan hal sederhana: baca-baca artikel, lihat video, dan iseng mengerjakan kuis. Hal yang kulakukan mungkin remeh sih. Namun, menurutku ada manfaatnya kok. Sedikit-sedikit menambah kosakata baru dan membiasakan diri dengan listening.
Orang yang kerap mengeluh dan bilang gak bisa English atau gak tau bahasa Inggris kurasa bukan tidak bisa tapi tidak mau. Kebiasaan remeh sebenarnya bisa membantu untuk memahami hal baru kan?
Gak ada kata terlambat untuk belajar. Aku akui kalau aku masih belajar bahasa Inggris sampai sekarang. Karena ya, setiap hari kita belajar kan?
coretan oleh restyu.
*1) Gentun dalam bahasa Jawa artinya merasa kesal/jengkel/dongkol.
*2) Alfalink adalah kamus digital yang bisa juga jadi kalkulator, kadang ada game di dalamnya.
*3) Ajeg artinya tetap.
*4) Dalam bahasa Jawa artinya tercengang/terkaget/terheran-heran.
EmoticonEmoticon