Selasa, 26 September 2017

Si Penggerutu

Kurasa sebagai manusia, menggerutu adalah hal rumah. Tak ada yang tidak pernah menggerutu, termasuk aku di dalamnya. Bapak sih bilangnya aku terlalu sering sambat*1). Aku tak memungkirinya sih karena baik mengeluh, menggerutu, mengomel, dan sambat, semuanya hal yang sama bagiku.

Menggerutu bukan hal yang baik jika berlebihan, seharusnya keluarkan saja unek-unek secukupnya. Namun, aku terlalu sering melakukannya hingga kurasa berulang kali ucapan: dadi uwong aja seneng sambat*2) sudah tidak mempan. Ya, mau gimana lagi menggerutu kini menjadi kebiasaan bagi banyak orang. Rasanya plong saja jika yang menyumbat kepala dikeluarkan dalam gerutuan.

Si Penggerutu oleh restyu
Ilustrasi oleh restyu.

Menggerutu entah kenapa menjadi menu yang wajib bagiku. Kurasa tak ada hari tanpa menggerutu. Kesal sedikit menggerutu, lelah sedikit menggerutu, pusing sedikit menggerutu. Intinya nyaris segala hal menjadi topik aku berkeluh kesah. Tapi gimana ya, lega dan suntuk sedikit meresa ketika menggerutu.

Sebenarnya kurasa kebiasaan ini harusnya mulai dihilangkan sih. Yah, setidaknya intensitasya dikurangi sedikit. Mustahil sih untuk menghilangkan menggerutu hingga lenyap dari seseorang. Kurasa karena berkeluh kesah sudah menjadi hal yang sangat manusiawi, jadi tak mungkin bisa hilang.

Aja seneng sambat, dilakoni apa anane wae*3). Aku harus menikmati segala yang kualami kurasa. Mungkin sedikit berat, aneh, dan panjang daripada yang lain memang, tetapi ya lika-liku hidup orang satu dan lain tidak mungkin sama kan? Sedikit berlapang dada dan senyum tipis, aku akan mencoba untuk selalu menikmatinya daripada menggerutu.

Tentu masih menggerutu kadang. Paling tidak, sedikit menggerutu akan melepaskan sedikit stres dalam kepala. Kurasa sedikit menggerutu tidak akan menyakitkan bukan?

oleh restyu, pengalaman di 260917.

Glosarium:
*1) Berkeluh kesah/menggerutu.
*2) Jadi orang jangan suka berkeluh kesah/menggerutu.
*3) Jangan suka menggerutu, dijalani apa adanya saja.


EmoticonEmoticon