Sabtu, 20 Desember 2014

Nggandul

Aku kadang tak habis pikir dengan kelakuan orang sekarang. Maksudku, apa maksud dari perbuatannya itu. Contohnya seperti kali ini anak kecil, aku lebih suka memanggilnya bocah, meskipun ia sudah kelas 7. Namun perawakannya yang kecil dan tengil kurasa tak apa jika kupanggil bocah.

Transportasi umum menjadi kendara yang umum sekali digunakan di tempatku. Ada angkot, minibus, dan bus. Pengguna moda transportasi layaknya minibus lebih menikmati duduk. Iya, siapa yang mau capek-capek berdiri padahal bisa naruh bokong di kursi dan dapat semriwing angin dari jendela.

Baca juga: Perjalananku Selama Pulang Sekolah

Nggandul by restyu
Ilustrasi oleh restyu.

Lha dalah, si bocah memilih untuk nggandul*1) alih-alih duduk manis. Ya, mungkin kalian asing dengan istilah ini. Nggandul mungkin berasal dari kata gandulentahlah aku juga tak tahu apa pemikiranku ini benar. Lalu ditambah penggunaan huruf n agar terdengar lebih njawani mungkin. 

Singkatnya nggandul adalah kondisi bergelantungan di pintu kendaraan umum saat jam padat di wilayahku, terutama pas jam berangkat dan pulang sekolah. Posisinya berdiri berdesakan di pintu bersama kernet dengan tangan berpegang besi untuk pegangan sisi luar. Kadang bahkan juga mencengkram erat sisi jendela bawah.

Awalnya aku acuh dengan bocah itu. Hanya sebuah logo bordir angkat 7 yang membuatku tahu dia anak kelas 7. Awalnya ia naik minibus di dekat sekolahnya. Kala kendaraan ini berhenti di belakang pasar dan beberapa penumpang turun, bocah itu juga hilang. Awalnya kupikir turun di sana, tapi itu terbantahkan kala ia naik lagi dengan sekantong es teh. Haus ternyata, pikirku cuek dan sibuk berkutat dengan ponsel lagi.

Tak butuh waktu lama beberapa penumpang mengisi minibus lagi. Lalu minibus mulai melaju kala kernet sudah memberi komando sopir untuk berjalan. Tak cukup banyak penumpang baru dari pasar. Kondisinya memang ada yang berdiri namun tak sesak seperti saat jam padat.

Si anak itu di sisi lain masih nggandul bersama dua laki-laki sekolah menengah kejuruan dan juga kernet.  Padahal kalau mau masuk ke dalam masih bisa berdiri di dalam dengan tenang tanpa was-was. Pak kernet itu berkali-kali membujuk dia ke dalam. Halah, boro-boro turut, si bocah balik bertanya dengan tengil.

"Lha, bapaknya yo nggandul. Aku ikut nggandul wae nek nu.*2)"

"Loh, emang kernet ning kene. Kamu di dalam wae, enak bisa mimik es teh. Wis entek es teh telu tha?*3)"

Si bocah membalas dalam bisikan pelan. Tak pasti apa sebab tak bisa kudengar. Si pak kernet hanya tertawa menanggapinya.

"Lha, kowe mudhun ning ndi tho?*4)"

Anak itu lagi-lagi balas berbisik kembali berbisik. Lantas tawa pak kernet meledak.

"Lha dalah! Kok adoh, kuwi loh masnya gur tekan U.D Mawar!"*5)

Lagi-lagi ucapan pak kernet dibalas diam. Si bocah mengangkat bahunya cuek. Mengabaikan kernet yang berdecak tak habis pikir. Aku di sisi lain hanya diam tapi masih penasaran kok betah banget nggandul. Padahal capek plus rawan juga sebenarnya nggandul di kendaraan umum itu.

Pikiranku yang carut marut berakhir ketika ia turun sekitar 1 kilometer dari rumahku. Aku melongo melihatnya, perjalanan tadi hampir 5 kilometer dan bocah itu selalu nggandul layaknya tarzan di hutan. Dahiku berkerut memikirkan apa enaknya nggandul di minibus coba? Perjalanan tadi lumayan loh, 15 menit lebih sedikit bergelantungan di pintu minibus.

Aku pernah nggandul sekali setelah kuingat-ingat. Itu pun karena terpaksa saat minibus benar-benar penuh dan aku harus segera pulang. Perempuan nggandul di pintu minibus sesak dan agak miring sedikit selama berjalan. Aku bergidik mengingatnya lagi. Pengalamanku duduk di pintu angkot lebih baik daripada itu.

Was-was saja selama nggandul perjalanan pulang kala itu. Tanganku mencengkram erat besi pegangan. Kadang pas minibus melajut sedikit lebih kencang, aku komat-kamit berdoa. Jatuh menghantam aspal itu ngeri. Belum lagi aduh kalau cideranya lebih parah. Aku jadi tak mau membayangkannya.

Sampai di rumah aku masih penasaran. Hakikatnya nggandul itu enaknya apa sih? Apa hanya mau mencari adrenalin saja ya usai penat sekolah?

Baca juga: Berkendara Pulang dengan Minibus

coretan oleh restyu.

Glosarium:
*1) Nggandul (bahasa Jawa) ,enggantung/bergelantungan
*2) Lha, bapaknya juga bergelantungan. Aku ikut bergelantungan saja kalau begitu.
*3) Loh, aku emang kernet di sini. Kamu di dalam saja, enak bisa minum es teh. Udah habis es teh tiga kan?
*4) Lha, kamu turun di mana sih?
*5) Lha dalah! Kok jauh, itu loh masnya cuma sampai U.D Mawar!


EmoticonEmoticon