Jumat, 12 April 2013

Seketika Jadi Multibahasa

Tidak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya, Jumat di kelasku masih saja ramai. Aku mauk ke kelas dan duduk di bangku deretan belakang. Temanku terlihat asyik berbagi candaan yang tak terlalu kuperhatikan. Aku hanya tersenyum menikmati suasana kelasku yang ramai. Situasi yang sangat normal bagiku.

Aku yang membuka tasku sedikit bingung. Ada satu buku selain buku catatan dan buku paket yang terbawa. Aku hanya mengendikan bahu masa bodoh akan kecerobohanku itu. Buru-buru aku memanggil Devina yang sibuk menggambar di kertas.

"Dev! Lihat nih!" aku berseru riang dan menggoyang buku cukup tebal.

"Weh, buku Bahasa Jepang!" balasnya girang dan merebut buku itu. Jemarinya bergera membuka halaman demi halaman buku itu.

Sebagai teman yang kerap bertukar hobi berkaitan anime dan manga, kami memiliki ketertarikan akan Bahasa Jepang. Jadi, kami sering coba dengan asal membahasa beberapa kosa kata Jepang. Buku ini sepertinya akan menjadi bahan obrolan kami yang asyik nanti.

Atensi beberapa temanku entah kenapa beralih pada buku yang sedang aku dan Devina bahas. Entah bagaimana buku itu kini beralih di tangan Tata. Aku yang mau minta buku itu segera urung ketika bel bunyi. Bu Titik yang mengajar waktu lama tepat masuk kelas setelah bel berbunyi.

Jam berlalu dengan cepat saat kepalaku mencoba mencerna pelajaran matematika. Sekarang mata pelajaran sudah berganti. Pak Sar, guru Bahasa Indonesia, yang belum memasuki kelas sontak membuat kelas ricuh. Aku dan Devina yang berhasil merebut kembali buku Bahasa Jepang kini sedikit membahas mengenai hiragana dan katakana. Beberapa orang juga ikut menimpali dan membahas ngalor ngidul tentang berapa kosa kata Jepang.

Namun, itu tak berlangsung lama ketika Pak Sar sudah terlihat membuka pintu kelas. Beliau bergegas duduk dan bersiap membuka laptop seraya menyapa kami ramah. Alih-alih jawaban dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, jawaban yang banyak temanku ucapakan, terutama yang perempuan adalah Bahasa Jepang.

Seketika Jadi Multibahasa by restyu
Ilustrasi oleh restyu.

"Ohayou Sar-sensei!"

"Moshi-moshi Sar-sensei!"

Aku melongo dan Devina cuma ketawa saja. Buku Bahasa Jepang yang di mejaku sudah beralih lagi ke Tata entah kapan. Dia membuka beberapa halaman sebelum tiba-tiba berceletuk pada Pak Sar. Gayanya komat-kami seperti seorang pro dalam Bahasa Jepang.

"Sar-sensei, ogenki desuka?"

"Sar-sensei, irrashaimase!"

Aku dan Devina buru-buru menyeret Tata yang agak berdiri menuju tempat duduknya. Masih dengan bicara random menggunakan Bahasa Jepang dia berhasil kembali duduk tenang. Aku merebut buku yang dipegangnya seraya minta maaf ke Pak Sar.

"Pak, maaf ya. Lagi agak-agak soalnya, tadi belum minum obat," aku menjelaskan seraya sedikit bercanda.

Pak Sar yang sudah menyambungkan laptop dengan layar LCD tergelak sejenak. "Gak apa-apa kok. Nanti jangan lupa disuruh minum obat ya. Minumnya jangan satu botol langsung," balasnya juga bercanda.

Aku menyengir dan buru-buru duduk anteng. Kulirik beberapa temanku yang cuma cengar-cengir akan apa yang terjadi. Napasku berhembus lega karena tidak diomeli dan tidak disita bukunya. Untung saja Pak Sar sering bercanda dan gak galak.

Isi kepalaku berjalan-jalan entah kenap selama pelajaran kala itu. Walaupun aku menatap layar proyeksi dan terlihat memerhatikan materi faktanya tidak. Aku masih heran dengan absurd-nya kejadian tadi. Hah, memang tidak ada yang normal di kelas ini.

coretan oleh restyu, pengalaman di 120413.




EmoticonEmoticon