Kamis, 17 Oktober 2013

IXE

Tujuh, delapan, dan sembilan. Tak terasa sudah masuk tahun ketigaku di masa putih biru ini. Kelas yang kini mejadi tempatku mengorbit berada di angka sembilan. Dulu sih aku memiliki dugaan akan berada di kelas sekitar alfabet D hingga H. Kini aku harus bertepuk tangan dengan urutan kelasku berada di alfabet kelima, yaitu E.

Aku tak pernah ada masalah di tempatkan di kelas mana saja sebenarnya. Satu pukulan terbesar yang kuterima saat pembagian kelas kali justru ketika pembagian nomor absen. Astaga! Kenapa harus absen pertama? Kenapa harus nomor satu di kelas sembilan ini?

Angka 1 bagiku yang memiliki nama dengan alfabet A adalah mimpi buruk. Mungkin kalau angka 1 dilihat dari prestasi ya jelas nomor 1 selalu dielu-elukan. Namun, angka ini justru angka sial kalau ranah absen. Bukan, bukannya aku mempermasalahkan harus duduk di depan sendiri kalau ujian. Toh dari dulu aku selalu berada di sekitaran absen nomor 3 hingga 6. Rasanya biasa saja ketika menempati absen nomor 3 dan duduk di depan pas berhadapan dengan meja guru.

Jadi absen nomor 1 itu adalah tumbal! Pikiranku histeris menjerit akan bayangan menjadi yang pertama untuk banyak hal di kelas. Bayangkan saja apa-apa pasti nanti yang pertama kali dipanggil itu pasti yang absen satu! Yang jadi percobaan kalau ada sesuatu hal ya pasti yang absen satu!

Aku yang di bangku kelas 7 dan 8 berada di absen 3 selalu cemas ketika absen 1 dipanggil. Kadang ketika praktek dan harus menghapal sesuatu ketika temanku si absen 1 maju hapalanku langsung rontok semua. Lalu bagaimana dengan sekarang? Kurasa sebelum maju aku bahkan bisa pingsan di tempat.

IXE by restyu
Ilustrasi oleh restyu.

Aku yang terdampar di kelas baru ini, kelas IXE, dengan predikat tumbal nomor 1 hanya ketar-ketir. Semoga nanti praktek pelajaran apa pun lancar jaya tanpa semaput*1) deh ya. Di sisi lain aku masih bersyukur di kelas ini karena banyak temanku yang aku kenal. Banyak teman yang bisa jadi temen pulang karena satu jalur bus, paling tidak aku tidak domblong*2) sendirian kalau pulang.

Tahun ini penghuni kelasku ini sama dengan sebelumnya, 25 orang. Kelas ini tepat berada di tengah-tengah koridor. Dulu kelas ini dipakai anak-anak kelas 8D sebelum berakhir menjadi kelas 9E. Jadinya kelas ini adalah jalur dari kelas deretan depan dan belakang sering bertemu. Sialnya saja cuma bersebelahan dengan ruang kepala sekolah. Kalau pas ramai-ramainya ribut bisa-bisa kepala sekolah mampir menegur nih.

Ruang kelasku ya lumrah kayak ruang kelas sebelumnya. Tak beda dari sebelumnya teman-temanku absurd juga. Aku jadi berpikir seperti satu angkatanku ini jangan-jangan tidak ada yang normal ya?

Pintu kelasku masih merupakan peninggalan bangunan Belanda. Pintu kayu tinggi berwarna abu-abu yang kalau mau dikunci harus jinjit meraih kunci di atas. Dua jendela kayu berwarna abu-abu juga tak kalah besar dan terlihat seram kalau dilihat dari koridor belakang, sedangkan 4 jendela kecil berperan sebagai ventilasi. Jangan lupakan 2 pendingin ruangan yang kurasa di deretan ini mendapat predikat terdingin di barisan kelas 9.

Loker juga tak jauh beda dari sebelumnya, ada 28 loker besi berwarna abu-abu dan merah. Kursi dan meja jumlahnya 25 untuk murid plus 1 meja guru. Yang terlihat agak menyedihkan mungkin papan tulis yang sisi kanannya sedikit sobek sehingga agak susah untuk dijadikan area menulis.

Lantai berwarna abu-abu dan keramik yang menempel di setengah dinding terlihat sama saja degan kelasku yang dulu-dulu. Sisa dinding yang tidak dipasangi keramik dicat putih polos. Jam dinding yang di tengah terlihat lebih lambat 5 menit daripada waktu aslinya menjadikan kami yang di kelas 9E kadang pulang telat dibandingkan yang lain.

Di samping papan tulis terdapat papan pemberitahuan di sisi kiri. Warna dasarnya biru dengan dua gabus ungu menempel di sana. Beberapa tempelan mengenai pertahuan sekolah juga melekat di sana. Lagi-lagi aku mendengus setiap melihat namaku tertulis sebagai si absen nomor 1.

Sebelah utara kelasku terdapat pintu yang tidak bisa dibuka padahal tepat berada di deket jendela. Mungkin jika pintu itu bisa dibuka akses ke perpustakaan dan kantin lebih enak. Jadi lebih dekat tidak perlu berjalan memutar.

Beralih ke masalah pencahayaan, kurasa kelasku ini akan jadi langganan lampu nyala terus. Sedikit terpelosok dan tertutup membuat sinar matahari susah masuk. Mau tidak mau ya harus sering menyalakan lampu.

Kurasa selama 4 bulan di kelas baru ini, aku menikmati kelasku. Yah, sedikit tak nyaman menjadi predikasi si absen nomor 1 tapi semuanya berjalan lancar. Teman sekelasku baik dan ramah, walaupun tak jauh berbeda dengan kelasku sebelumnya, mereka sedikit absurd tapi mereka tetap teman yang baik!

coretan oleh restyu, 171013.

Glosarium:
*1) Pingsan
*2) Melamun/bengong


EmoticonEmoticon